Kamis, 15 Oktober 2015

[Review] The Amulet of Samarkand



THE BARTIMAEUS TRILOGY #1: The Amulet of Samarkand

Penulis: Jonathan Stroud
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Penerbit: GPU
Terbit: Cetakan ketiga, Oktober 2007
ISBN: 978-602-030-389-5
Genre: Fantasi
Halaman: 512
Sinopsis:
Nathaniel, si penyihir muda, diam - diam memanggil jin berusia 5.000 tahun bernama Bartimaeus. Tugas untuk Bartimaeus tidak gampang — ia harus mencuri Amulet Samarkand yang berkekuatan dahsyat dari Simon Lovelace, master penyihir yang kejam dan ambisius.

Bartimaeus dan Nathaniel pun terlibat dalam intrik sihir yang penuh darah, pemberontakan, dan pembunuhan.

***

Pertama, jempol empat deh buat Jonathan Stroud karena berhasil membuat karya sekeren ini. Aku suka karakter Bartimaeus-nya yang sombong, humoris tapi pedas juga punya otak briliant. Uniknya, footnote yang biasanya cuma dipakai sebagai penjelasan kata asing atau apa, ini malah sering dipakai Bartimaeus untuk curhat atau mengkomentari hal-hal yang tak begitu penting--tapi malah justru itulah yang lucu. Jadi di dalam novel ini, isinya nggak melulu fantasi yang terasa suram tapi juga terselip celotehan dan kelakuan sang jin yang bikin senyum-senyum sekaligus pengen lempar sepatu kalau aku jadi tuannya.

Nilai plus lain dalam novel ini, dengan gaya tulisan Jonathan yang khas, pembaca tidak pernah merasa bosan saat membaca sejak lembar pertama. Deskripsi tempat yang detail, deskripsi karakter dan penampilan serta kelakuan tiap-tiap tokoh di dalamnya menonjol sehingga mempermudah pembaca membayangkan seperti apa kondisi dalam cerita ini. Eh? Tapi ada keanehan ding. Aku tahu setting di novel ini adalah masa sekarang, tapi kalau kubaca malah aku membayangkan situasi masa London jaman dulu sejaman dengan Jack The Ripper gitu deh. Soalnya suasana yang dibangun di sini terasa gelap, suram dan terkesan kuno. Yah, hampir kayak Harry Potter gitu deh, masa modern tapi terasa kuno. Bedanya novel ini dengan Harry Potter selain cerita, ya itu, kalau di Harry Potter para penyihir dan dunianya terkesan rahasia. Tapi di sini justru pemerintahan Inggris dikuasai oleh kaum Penyihir, bukan Commoner--sebutan untuk manusia biasa. Selain itu, tak seperti Harry Potter yang ada sekolah khusus Penyihir, di sini malah calon-calon Penyihir diajari privat oleh Penyihir senior. Seperti anak adopsi, mereka dibeli--atau diambil--dari para orang tua, lalu diberikan kepada Penyihir senior dan dilatih hingga mereka layak menjadi penyihir matang. Di sini bila usia sang Murid menginjak dua belas tahun, maka mereka akan mendapat nama resmi dan nama asli mereka sejak lahir harus dilupakan soalnya berbahaya bila penyihir pesaing atau jin tahu nama aslinya, itu akan mereka jadikan senjata untuk menyerang balik. Intinya, cerita di novel ini keren dan bikin betah terus membaca sampai selesai.

Selain itu, aku bersyukur Jonathan Stroud menuliskan di novel ini menggunakan dua sudut pandang yakni pov. 1 dengan si akunya adalah Bartimaeus lalu pov. 3 digunakan bila Bartimaeus bukan fokus utama dalam adegan yang dituliskan. Kenapa bersyukur? Coba kalau dia menggunakan murni pov. 3 saja, maka kekonyolan, kecerdikan bahkan apa yang dipikirkan Bartimaeus takkan terbaca jelas karena tokoh yang paling kuat karakternya dan sangat khas itu sang Jin 5000 tahun, Bartimaeus.

Diceritakan, Nathaniel seorang murid dari Arthur Underwood mengalami hal tak mengenakkan dan melukai harga dirinya--yang terlalu tinggi. Aku tak begitu menyukai karakter Nathaniel yang merasa dirinya pintar, yah memang pintar sih, tapi menurutku dia terlalu overpede dan hasilnya malah gegabah dan labil. Dia berencana membalas dendam pada Penyihir yang membuatnya malu dan sakit hari, Simon Lovelace sekalian juga sang Master yang saat dia disakiti secara fisik maupun psikis, sang master tak membelanya. Nah cara balas dendamnya dengan cara memanggil Jin bernama Bartimaeus lalu menyuruhnya mencuri Amulet Samarkand dan diperintahkan meletakkan Amulet itu ke ruang kerja sang master.

Tanpa dia sadari, yang awalnya hanya misi balas dendam kecil-kecilan rupanya malah berbuntut panjang dan penuh bencana. Amulet itu bukanlah benda sihir biasa dan rupanya itu juga dicuri Lovelace dari pemerintah. Gara-gara dia, Master dan Istrinya meninggal oleh karena Simon Lovelace sedang dia menjadi kambing hitam dituduh sebagai otak kebakaran rumah masternya terjadi. Misi awal yang dirasa tak terlalu berbahaya kini malah harus mempertaruhkan nyawa dan menjadi rumit. Pasalnya Nathaniel hanya seorang penyihir yang baru mendapatkan nama resminya beberapa hari lalu, sedang Simon adalah penyihir berbahaya sekaligus orang pemerintahan yang memiliki banyak budak jin yang hebat dan yang paling hebat adalah Jabor dan Faquarl. Bagaimana dia yang adalah bocah yang baru resmi mendapat nama penyihirnya dan Bartimaeus yang hanyalah jin tingkat empat belas level menengah mampu mengalahkan Simon dan seluruh budaknya?

Oh iya berikut kutipan-kutipan favoritku:
  • "Kau harus berhenti mengkhawatirkan apa yang belum kaumiliki dan menikmati apa yang telah kaudapatkan sekarang."--hal. 113
  • "Kebebasan hanyalah ilusi. Selalu ada harga yang harus dibayar."--hal. 168
  • "Meskipun dalam keadaan sulit, masih ada beberapa hal yang dapat kunikmati."--hal. 239
  • "Tak mengapa--semua yang diawali dengan baik, berakhir dengan baik."--hal. 348

Terakhir, 4,5 dari 5 bintang untuk novel kece ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar